Assalamu’alaikum wa
rahmatullahi wa barakatuh.
Dear my future husband,
di hari penuh berkah ini, izinkan saya sedikit bercerita tentang rumah Ideal
yang pernah saya tinggali. keluarga yang memegang teguh nilai-nilai Islam.
Situasi di rumah itu amat kondusif untuk membuat saya belajar agama secara
menyenangkan. Mushola yang terletak di dekat kolam ikan, membuat senang
berlama-lama di sana setelah shalat. Belajar mengaji, membaca buku, bahkan
tidur di sana.
Sang Ayah hampir
selalu shalat di masjid. Akan tetapi, shalat sunnah beliau tunaikan di rumah.
Saya diajak untuk mengikuti ayah ke masjid, minimal sewaktu Subuh, Maghrib, dan
Isya. Sang Ibu senang mengadakan pengajian di rumah. Setiap Senin dan Kamis,
beliau rajin menyiapkan sahur dengan menu istimewa. Setelah Subuh, makanan
tersebut diberikan kepada tukang sampah yang lewat di depan rumah. Sehingga,
yang tidak berpuasa, tidak bisa merasakan hidangan spesial Ibu dan harus
memasak sendiri bila hendak makan. Unik memang, cara beliau membiasakan kami
berpuasa.
Ada banyak kisah-kisah
lucu lainnya tentang upaya keluarga ini mengajarkan nilai-nilai Islam kepada
anak-anaknya. Insya Allah, apabila kita ditakdirkan menikah, saya akan
menceritakannya. Sementara itu, rumah Islami yang saya akan usahakan kelak,
insya Allah saya siap mencari ilmu lebih banyak tentangnya dan mendiskusikannya
dengan suami. Rumah bahagia yang didasari Alquran dan Hadits, rumah yang
menjadi surga di dunia, adalah salah satu cita-cita terbesar saya.
Dear mu future husband,
saya akan mencoba memberi gambaran lebih detail mengenai konsep rumah Islami
yang akan saya usahakan dalam keluarga saya kelak. Mudah-mudahan penjelasan di
bawah memadai untuk itu.
FIRMAN ALLAH TENTANG
RUMAH
kamu tentu setuju,
bahwa dalam menjalani kehidupan ini, kita telah diberi sepaket petunjuk yang
terbaik; Alquran dan Hadits. Karena itu, saat membutuhkan arahan, maka kita
harus mencari, bahkan berlari kepada Alquran dan Hadits terlebih dahulu. Search
engine di Internet seperti Google atau buku-buku
terbitan manusia, itu rujukan kedua yang perlu diseleksi secara teliti tentang
kebenarannya. Sementara Alquran dan hadits, tidak diragukan lagi kandungannya.
Sebelum saya
menjelaskan cita-cita rumah Islami, mari kita bersama-sama telaah firman
Allah ta’alamengenainya. Allah menyebut tentang Rumah dalam Alquran
dengan beberapa kata, al bait, al maskan, dan ad dar. Al
bait disebut salah satunya dalam Surat Al-Mulk ayat 11, “Dan Allah
membuat perumpamaan bagi orang-orang yang beriman, (yaitu) istri Fir’aun,
ketika dia berkata, “Ya Tuhanku, bangunkanlah untukku sebuah rumah di sisi-Mu
dalam surga dan selamatkanlah aku dari Fir’aun dan perbuatannya, dan
selamatkanlah aku dari kaum yang zalim.”
Al maskan contohnya disebut dalam surat At-Taubah
ayat 72, “Allah menjanjikan kepada orang-orang yang mu’min, laki-laki dan
perempuan, (akan mendapat) surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai,
mereka kekal di dalamnya, dan (mendapat) tempat yang baik di Surga ‘Adn. Dan
keridhaan Allah lebih besar. Itulah kemenangan yang agung.”
Sementara kata ad
dar ada dalam surat Al-An’am ayat 127, “Bagi mereka (disediakan)
tempat yang damai di sisi Tuhannya. Dan Dialah pelindung mereka karena amal
kebajikan yang mereka kerjakan.”
UNTUK DUNIA AKHIRAT
Dear my future Husband,
bukankah amat indah rumah-rumah yang Allah kisahkan dalam kitab suci Alquran
tersebut? Tentang doa Asiyah radhiallahu ’anha istri Fir’aun
yang meminta rumah di sisi Allah dalam surga. Tentang rumah di Surga ’Adn
lengkap dengan sungai-sungai yang mengalir di bawahnya. Juga tentang rumah yang
damai di sisi Allah. Karena itu, sudah seyogyanya kita tekadkan, visi tentang
rumah tidak boleh hanya berorientasi dunia. Harus satu paket, dunia akhirat!
Belum lama ini saya
membaca tulisan Zein Mudjiono, seorang tokoh arsitektur dari Institut Teknologi
Sepuluh Nopember (ITS). Menurutnya, rumah Islami harus mampu menjadi sarana
meraih dua tujuan hidup. Pertama, kesejahteraan dunia, yang
meliputi rasa kasih sayang (mawaddah wa rahmah), terjaminnya pendidikan
anak, berlangsungnya siklus biologis, ukhuwah Islamiyah,
silaturrahim, pembentukan pribadi muslim, karier yang sukses, dan kesehatan
yang terpelihara. Kedua, kesejahteraan akhirat yang meliputi
termudahkannya pelaksanaan ibadah mahdah, proses mu’amalah,
dan mampu menjauhkan penghuninya dari
hal-hal yang haram maupun makruh.
Saya juga tertarik
dengan tulisan Sahar Kassaimah yang berjudul ”Islamic Family Values in an
Anti-Family Society”. Dalam artikel tersebut dikatakan bahwa rumah bukan
sekadar tempat untuk makan dan tidur. Ya, rumah memang tempat di mana kita
menghabiskan sebagian besar waktu kita dalam kebersamaan keluarga. Karena itu,
jadikanlah rumah sebagai tempat untuk beribadah. Apa-apa yang terkait dengannya
pun harus sesuai dengan tuntunan dari Allah Subhanahu wa ta’ala.
Maka akan hadirlah suasana rumah Islami yang sakinah. Sebagaimana hadits
Rasulullah Shalallahu ’alayhi wa sallam berikut, ”Jika Allah
menginginkan kebaikan penghuni satu rumah, maka Dia masukkan kelembutan.”
(Hadits riwayat Imam Ahmad, Al Hakim, dan At Tarmidzi)
Masya Allah, betapa beratnya amanah dalam membangun rumah
demi kebaikan dunia akhirat itu! Itulah sebabnya di awal tulisan ini saya
menulis bahwa saya akan mendiskusikan terlebih dahulu kepada suami, tentang
visi rumah yang kelak akan diperjuangkan. Agar satu tujuan, satu cara
mencapainya pula. Insya Allah.
TEMPAT MENGINGAT ALLAH
Baiklah, pun bila ada
satu hal yang telah saya putuskan sebelum diskusi dengan suami saya nantinya,
adalah rumah tanpa televisi. Rumah yang riuh rendah akibat televisi yang
menyala tak kenal waktu sama sekali bukan impian saya. Bukankah tanpa bising
layar kaca tersebut, hati kita saja terkadang sudah amat ramai? Karena itu,
yang saya inginkan adalah mendamaikan rumah dan hati dengan alunan ayat suci
dan dzikir. Hingga setiap relung rumah adalah refleksi penghambaan keluarga
kepada Allah.
Rasulullah Shalallahu
‘alayhi wa sallam bersabda, “Perumpamaan rumah yang digunakan untuk
berdzikir kepada Allah dengan rumah yang tidak digunakan untuk berdzikir,
laksana perbandingan orang yang hidup dengan yang mati.” (Hadits riwayat
Muslim)
Maka itu, Dear, jika
saya diharuskan menjelaskan konsep rumah Islami dalam satu kalimat; rumah
Islami adalah yang senantiasa dihiasi dzikir kepada Allah. Dzikir Al-matsurat setiap pagi
dan petang. Saling mengajak untuk shalat tepat waktu. Hapalan Alquran menjadi
menu pertanyaan sehari-hari. Murattal ayat-ayat suci mengiringi aktivitas.
Diskusi tentang ilmu agama. Perpustakaan dengan buku-buku Islami.
Rasanya apabila Allah
memberi petunjuk dan kekuatan untuk mewujudkan rumah sedemikian, ujian hidup
apa pun yang sedang diterima, kita akan kuat menghadapinya. Sebagaimana dalam
Surat Ar-Ra’d ayat 28, “Hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenang,”
rumah pun akan terasa sakinah bila jiwa penghuninya selalu tersandarkan kepada
Allah.
SARANA TARBIYAH
Apakah uraian saya ini
terlalu panjang untukmu Dear? Jika demikian, maafkanlah. Tetapi seperti yang pernah saya sampaikan, pernikahan adalah proyek
mahabesar. Maka semakin banyak yang kita siapkan menjelangnya, akan lebih baik.
Dear, insya Allah,
dengan izin-Nya, suatu hari nanti aku akan menjadi seorang ibu. Al ummu
madrasatul ula, seorang ibu adalah sekolah pertama. Maka rumah Islami sudah
semestinya menjadi sarana yang mendukung pendidikan (tarbiyah) dari
orangtuanya. Rasulullah Shalallahu ‘alayhi wa sallam bersabda,
“Didiklah anak-anakmu dalam tiga perkara: cinta kepada Nabimu, cinta pada
keluarganya, dan membaca Al Quran." (Hadits riwayat Ath-Thabrani)
Maka telah dapat saya
bayangkan, rumah Islami adalah rumah dengan kurikulum tarbiyah yang
jelas. Pemimpin-pemimpin ummat yang sholih, cerdas, kreatif, dan bijaksana
tumbuh dengan pendidikan yang baik. Inilah tekad saya, inilah janji saya; untuk
berupaya sekuat tenaga mendidik amanah berupa keluarga dengan sebaik-baiknya.
Caranya bagaimana? “Sesungguhnya telah
ada dalam (diri) Rasulullah suri tauladan yang baik.” (Alquran surat Al-Ahzab
ayat 21)
Rasulullah Shalallahu
‘alayhi wa sallam mendidik anak-anak dengan penuh cinta, penuh
kebahagiaan. Maka pendidikan apa pun, baik membaca ayat-ayat qauliyah (firman
Allah dalam Alquran) maupunkauniyah (ciptaan Allah, alam semesta
dan seisinya), saya inginkan ada dalam suasana menggembirakan. Tidak akan ada
cerita, belajar membaca Alquran dengan penggaris kayu memukul tangan anak
apabila ada kesalahan. Atau ancaman hukuman jika tidak menurut.
Konsep rumah Islami
lekat dengan istilah baiti jannati, rumahku surgaku. Makna surga
ini bukanlah wujud fisik rumah yang megah bak istana. Tetapi kedamaian dan
kebahagiaan di dalamnya saat seluruh keluarga dengan penuh senyum, tawa, dan
kasih sayang, bersatu menjalani hari-hari di rumah untuk tujuan surga di
akhirat. Surga di dunia, surga di akhirat, apalagi yang mungkin lebih
membahagiakan dari itu?
PEMBERI MANFAAT BAGI
SEKITAR
Tetapi, selain menjadi
tempat mengingat Allah, sarana tarbiyah, sebuah rumah Islami haruslah penuh
manfaat bagi sekitar. Berkontribusi kepada lingkungan adalah amal shalih yang
perlu dijalankan seiring upaya menanamkan keislaman di dalam rumah kita.
Apabila masjid dekat rumah kita masih sepi dari jama’ah dan program-program
Islami, masukkan ini sebagai pekerjaan rumah yang harus ditunaikan.
Musyawarah dengan
Muslim dan Muslimat lain yang sepaham, lalu kerjakan sedikit demi sedikit.
Hingga insya Allah, kita akan merasakan nikmatnya bertetangga dengan
orang-orang yang memakmurkan masjid. Anak-anak yang riang datang belajar
mengaji setiap sore ke masjid. Bapak-bapak yang lima waktu saling bersalaman,
berdiskusi tentang kemaslahatan ummat, setiap kali usai berjamaah di masjid.
Ibu-ibu yang rutin mengadakan pengajian, khitanan massal, santunan bagi anak
yatim, dan lain sebagainya.
Aula desa yang tidak
hanya dipakai setiap ada penyuluhan dari dinas atau menjadi puskesmas bulanan,
tetapi kita hidupkan menjadi perpustakaan gratis. Buku-buku untuk anak,
majalah, surat kabar, semuanya lengkap! Ada akses Internet yang diawasi
penggunaannya. Ada pegawai yang digaji dari hasil patungan warga.
Petugas kebersihan,
satpam penjaga keamanan, anak-anak yatim dan keluarga dhuafa yang bahagia
karena setiap bulan mendapat sedekah terorganisir dari masyarakat. Pertandingan
olahraga yang membuat dari mulai anak-anak hingga lansia semangat berlatih
voli, sepak bola, sampai senam yang tepat untuk para kakek dan nenek. Saling
kenal, saling sayang. Saling hormat, saling mengajak pada kebaikan. Luaskanlah
surga di dalam rumah kita hingga ke berbagai penjuru. Indah ya, Dear?
Wallahu a’lam
bisshowab. Begitulah Dear, konsep rumah Islami yang tidak
pernah luput dari daftar munajat saya kepada Allah, agar Allah memampukan saya
menjadikannya nyata. Semoga kamu berkenan dengan uraian saya kali ini.
Sampaikan salam hormat saya kepada Bapak dan Ibu.
Wassalamu’alaikum wa
rahmatullahi wa barakatuh.