Assalamualaikum.
langit cerah siang ini, Udara panas menyergap di sekeliling kamar. Sepertinya hujan masih ragu, apa bumi perlu disejukkan lagi atau tidak, sedangkan sejak kemarin ia sudah turun mengguyur bumi hingga basah kuyup.
Sedang aku, tak melakukan apa-apa selain berusaha menyusun kata-kata, menyampaikan apa yang ada di pemikiran dengan kalimat-kalimat yang kuusahakan pas, kepadamu.
Kepadamu, segala harap membuncah. Kau yang kugadang-gadang dapat meluruskan prinsip dan akal sehat. Kau yang kugadang-gadang dapat menjadi imam.
Kau, yang kuidam-idamkan memiliki hafalan qur’an yang baik, memiliki pemahaman agama yang mumpuni. Kau yang kuharapkan mampu membimbing, meluruskan iman dikala membelok, mengingatkan dikala menunda sholat, menyodorkan qur’an dan meminta membacanya ketika disekap kesedihan.
Kau, laki-laki yang nampaknya diam, nampaknya dingin, nampaknya tak peduli, tapi nyatanya hangat dan meneduhkan. Kau, laki-laki yang tegas dalam laku, bijaksana dalam tutur, dan hangat dalam mendekap, yang selalu mampu menempatkan diri dikala harus menjadi teman, sahabat, maupun suami. Kau, yang kuidam-idam untuk segera datang, Kau.
Surat ini kutulis saat umurku menginjak 27 tahun. Usia yang kata orang sudah dewasa, namun nyatanya aku sediri merasa masih sangat childish. Akan nampak aneh dan menggelikan sekali membaca ini barang tiga sampai lima tahun kemudian. Merasa diri belum pantas untuk merindukan ‘pernikahan’. tapi entah kenapa aku memiliki keberanian yang besar menuliskan rencana ini dalam dream book ku..(katanya menulis dream book itu harus detail, see..aku menuliskan sudah detail bukan? )
.
Geli sendiri rasanya saat menuliskan ini. Merasa sangat dan sangat-sangat tidak pantas. Merasa menjadi manusia paling ababil di dunia. Ah~ tapi bukankah merindukanmu sebagai suami nyatanya lebih baik daripada merindukanmu ‘hanya’ sebagai seorang ‘pacar’? (Oke, anggap saja ini hanya apologi).
Aku, yang membaca qur’an saja masih terbata-bata ini. Aku, yang sholatnya masih sering kali kutunda karena amanah dunia ini. Aku, yang jilbabnya kadang belum sempurna terjulur ke bawah ini. Aku, yang masih suka lepas kaos kaki ketika keluar kamar kost. Ah~ aku, yang masih begini-begini saja ini. Pantaskan merindukan orang sebaik engkau, sesholeh engkau?
Ah~ aku, yang masih kekanak-kanakan ini, pantaskah esok menjadi ibu dari anak-anak yang kau harapkan dapat menjadi penegak agama?
Ah~ aku, sekali lagi, yang membaca qur’an saja masih terbata-bata ini, mampukah membimbing hafizh dan hafizhah kecil kita esok?
Ah~ aku, yang menggoreng telur saja masih sering gosong, mampukah menyediakanmu hidangan untuk bekalmu mencari nafkah esok?
Rasa-rasanya Allah terlampau cepat membentuk rindu ini. Bukankah masih sangat banyak waktu untuk rindu ini, esok?
Segera kusadari bahwa rindu ini ada untuk dituntaskan segera. Rindu ini ada sebagai lonceng, sebagai penanda, bahwa pembenahan diri sendiri harus dimulai sejak saat ini. Harus dimulai sebelum terlambat. Ah~aku harus mempersiapkan segera..
semoga apa yang ku tulis di dream book itu bisa tercapai...aku mohon do'anya..agar aku layak menjadi pendamping mu dan ibu dari anak-anak mu kelak..
Umurku baru saja 27 tahun dan aku mulai merindukanmu. Rasa-rasanya hati sudah mulai demam :)
(Untuk kamu yang namanya sudah mulai berani ku tulis "Zauji" :))
langit cerah siang ini, Udara panas menyergap di sekeliling kamar. Sepertinya hujan masih ragu, apa bumi perlu disejukkan lagi atau tidak, sedangkan sejak kemarin ia sudah turun mengguyur bumi hingga basah kuyup.
Sedang aku, tak melakukan apa-apa selain berusaha menyusun kata-kata, menyampaikan apa yang ada di pemikiran dengan kalimat-kalimat yang kuusahakan pas, kepadamu.
Kepadamu, segala harap membuncah. Kau yang kugadang-gadang dapat meluruskan prinsip dan akal sehat. Kau yang kugadang-gadang dapat menjadi imam.
Kau, yang kuidam-idamkan memiliki hafalan qur’an yang baik, memiliki pemahaman agama yang mumpuni. Kau yang kuharapkan mampu membimbing, meluruskan iman dikala membelok, mengingatkan dikala menunda sholat, menyodorkan qur’an dan meminta membacanya ketika disekap kesedihan.
Kau, laki-laki yang nampaknya diam, nampaknya dingin, nampaknya tak peduli, tapi nyatanya hangat dan meneduhkan. Kau, laki-laki yang tegas dalam laku, bijaksana dalam tutur, dan hangat dalam mendekap, yang selalu mampu menempatkan diri dikala harus menjadi teman, sahabat, maupun suami. Kau, yang kuidam-idam untuk segera datang, Kau.
Surat ini kutulis saat umurku menginjak 27 tahun. Usia yang kata orang sudah dewasa, namun nyatanya aku sediri merasa masih sangat childish. Akan nampak aneh dan menggelikan sekali membaca ini barang tiga sampai lima tahun kemudian. Merasa diri belum pantas untuk merindukan ‘pernikahan’. tapi entah kenapa aku memiliki keberanian yang besar menuliskan rencana ini dalam dream book ku..(katanya menulis dream book itu harus detail, see..aku menuliskan sudah detail bukan? )
.
Geli sendiri rasanya saat menuliskan ini. Merasa sangat dan sangat-sangat tidak pantas. Merasa menjadi manusia paling ababil di dunia. Ah~ tapi bukankah merindukanmu sebagai suami nyatanya lebih baik daripada merindukanmu ‘hanya’ sebagai seorang ‘pacar’? (Oke, anggap saja ini hanya apologi).
Aku, yang membaca qur’an saja masih terbata-bata ini. Aku, yang sholatnya masih sering kali kutunda karena amanah dunia ini. Aku, yang jilbabnya kadang belum sempurna terjulur ke bawah ini. Aku, yang masih suka lepas kaos kaki ketika keluar kamar kost. Ah~ aku, yang masih begini-begini saja ini. Pantaskan merindukan orang sebaik engkau, sesholeh engkau?
Ah~ aku, yang masih kekanak-kanakan ini, pantaskah esok menjadi ibu dari anak-anak yang kau harapkan dapat menjadi penegak agama?
Ah~ aku, sekali lagi, yang membaca qur’an saja masih terbata-bata ini, mampukah membimbing hafizh dan hafizhah kecil kita esok?
Ah~ aku, yang menggoreng telur saja masih sering gosong, mampukah menyediakanmu hidangan untuk bekalmu mencari nafkah esok?
Rasa-rasanya Allah terlampau cepat membentuk rindu ini. Bukankah masih sangat banyak waktu untuk rindu ini, esok?
Segera kusadari bahwa rindu ini ada untuk dituntaskan segera. Rindu ini ada sebagai lonceng, sebagai penanda, bahwa pembenahan diri sendiri harus dimulai sejak saat ini. Harus dimulai sebelum terlambat. Ah~aku harus mempersiapkan segera..
semoga apa yang ku tulis di dream book itu bisa tercapai...aku mohon do'anya..agar aku layak menjadi pendamping mu dan ibu dari anak-anak mu kelak..
Umurku baru saja 27 tahun dan aku mulai merindukanmu. Rasa-rasanya hati sudah mulai demam :)
(Untuk kamu yang namanya sudah mulai berani ku tulis "Zauji" :))